Selasa, 24 Desember 2013

KARET GELANG

Cerita Motivasi dan Inspirasi Nomor 1 - KARET GELANGSuatu kali saya membutuhkan karet gelang, satu saja. Shampoo yang akan saya bawa tutupnya sudah rusak. Harus dibungkus lagi dengan plastik lalu diikat dengan karet gelang. Kalau tidak bisa berabe. Isinya bisa tumpah ruah mengotori seisi tas. Tapi saya tidak menemukan satu pun karet gelang. Di lemari tidak ada. Di gantungan-gantungan baju tidak ada. Di kolong-kolong meja juga tidak ada. Saya jadi kelabakan. Apa tidak usah bawa shampoo, nanti saja beli di jalan. Tapi mana sempat, waktunya sudah mepet. Sudah ditunggu yang jemput lagi. Akhirnya saya coba dengan tali kasur, tidak bisa. Dipuntal-puntal pakai kantong plastik, juga tidak bisa. Waduh, karet gelang yang biasanya saya buang-buang, sekarang malah bikin saya bingung. Benda kecil yang sekilas tidak ada artinya, tiba-tiba menjadi begitu penting. Saya jadi teringat pada seorang teman waktu di Yogyakarta dulu. Dia tidak menonjol, apalagi berpengaruh. Sungguh, Sangat biasa-bisa saja. Dia hanya bisa mendengarkan saat orang-orang lain ....
... baca selengkapnya di Cerita Motivasi dan Inspirasi Nomor 1

Selasa, 19 Februari 2013

Hakikat Belajar


Sejak kapan belajar itu ada? Belajar itu usianya sudah milyaran tahun. Artinya belajar itu merupakan kegiatan yang berlangsung sejak adanya manusia peretama sampai berakhirnya manusia terakhir di bumi ini. Siapakah manusia-manusia terakhir di bumi? Mereka adalah orang-orang yang hidup pada saat dunia ini kiamat.
Apa itu belajar?
Banyak definisi tentang belajar. Ada yang memulai dari sudut pandang kognitif, ada pula dari afektif dan psikomotorik.

Perhatikan definisi berikut ini:

Beberapa definisi/pengertian belajar:

Yonas Muanley (Disertasi, 2012:60-70) menjelaskan beberapa pengertian tentang belajar. Beberapa diantaranya yaitu definisi beberapa ahli pendidikan berikut ini:

Ad. Rooijakkers[1], belajar adalah proses perubahan dari tidak tahu menjadi mengerti. Proses ini terjadi melalui tahap-tahap yang disebut Rooijakers yaitu: motivasi, perhatian, menerima dan mengingat, reproduksi, generalisasi, melaksanakan latihan dan umpan balik. Bila proses ini dilalui peserta didik maka peserta didik akan mengerti. Bila peserta didik telah mengerti maka dapatlah dikatakan belajar. Frasa mengerti disini tidak sekedar tahu tetapi lebih dari itu. Rooijakers menghubungkannya sampai pada latihan dan umpan balik, ini berarti mengerti yang dimaksud Rooijaker lebih dari sekedar tahu.
Yonas Muanley (Disertasi, 2012:60 – 70) menyatakan: Pengertian belajar dalam definisi Rooijakkers lebih difokuskan pada aspek kognitif atau pengetahuan. Disini nara didik dikatakan belajar apabila telah mencapai tujuan belajar yaitu mengerti bahan pelajaran yang diajarkan oleh pengajar. Jadi, menurut Rooijakkers belajar adalah perubahan kognitif.
Dalam disertasi Yonas Muanley (Disertasi, 2012:60-70) mengutip definisi W.S.Winkel, belajar adalah proses perubahan dari belum mampu ke arah sudah mampu. Yonas Muanley menyatakan bahwa kemampuan yang dimaksud dalam definisi Winkel yaitu kemampuan yang meliputi kognitif, kemampuan kognitif itu meliputi pengetahuan dan pemahaman. Sedangkan kemampuan sensorik-psikomotorik meliputi ketrampilan melaksanakan rangkaian gerak-gerik dalam urutan tertentu; kemampuan dinamik-afektif yang meliputi sikap dan nilai yang teresapi dalam perilaku dan tindakan. Jadi menurut Yonas Muanley, pengertian belajar dalam definisi Winkel memfokuskan pada perubahan ranah kognitif, afektif dan psikomotorik”. Perubahan dalam tiga ranah: kognitif, afektif dan psikomotorik oleh Winkel disebut hasil belajar. Jadi nara didik mengalami belajar apabila nara didik mempunyai perubahan dalam kognitif, afektif dan psikomotorik. Dalam konteks definisi Winkel, mengajar bukan hanya menyampaikan sejumlah pengetahuan kepada nara didik yang hanya menyangkut pengetahuan kognitif tetapi juga menyangkut afektif dan psikomotorik dari pengajar yang pada akhirnya mempengaruhi perubahan nara didik dalam kognitif, afektif dan psikomotorik. Dalam definisi ini, mengajar adalah usaha menolong warga pembelajar mengalami perubahan dalam kemampuan kognitif, afektif dan psikomotorik.[2]
E,P.Hutabarat[3], belajar adalah kegiatan yang dilakukan untuk menguasai pengetahuan, kemampuan, kebiasaan, ketrampilan dan sikap melalui hubungan timbal balik antara insan pembelajar dan lingkungan pembelajaran. Menurut definisi ini, arti belajar adalah proses perubahan yang mencakup pengetahuan, kemampuan, kebiasaan dan ketrampilan serta sikap. Dalam definisi ini, mengajar diartikan sebagai usaha menolong nara didik mengalami perubahan kognitif, afektif dan psikomotorik.[4] 
Astim Riyanto[5], belajar adalah merubah tingkah laku. Dalam definisi ini, belajar dipahami sebagai kegiatan bertujuan dari insan pembelajar. Tujuan yang dimaksudkan adalah perubahan tingkah laku. Perubahan tingkah laku yang dimaksud oleh Riyanto termasuk perubahan tertentu yang terjadi dalam diri nara didik. Jadi menurut Riyanto[6], pengertian belajar adalah perubahan yang meliputi aspek intelektual dan aspek seluruh kepribadian nara didik.
Arnie Fajar[7], belaja adalah suatu usaha perubahan dalam diri nara didik yang diwujudnyatakan dalam bentuk peningkatan kualitas dan kuantitas perilaku seperti peningkatan pengetahuan, kecakapan, daya piker, sikap, kebiasaan, dan lain-lain. Dalam definisi ini, belajar adalah proses perubahan kognitif, afektif dan psikomotorik. Menurut definisi ini, mengajar dapat diartikan sebagai usaha menolong insane pembelajar mengalami perubahan dalam diri mereka yang menyangkut perubahan dalam aspek kuantitas dan kualitas perilaku.
Benyamin S. Bloom, seperti dikutip Astim Riyanto[8], belajar adalah proses perubahan yang meliputi ranah domein pengetahuan (kognitif), ranah domein sikap (afektif), ranah domein ketrampilan (psikomotorik). Menurut definisi ini, mengajar adalah usaha menolong nara didik mengalami perubahan kognitif, afektif dan psikomotorik.
Pada hakikatnya, belajar merupakan salah satu proses usaha yang dilakukan individu untuk memperoleh perubahan perilaku yang relatif dalam aspek kognitif, afektif, maupun psikomotorik yang diperoleh melalui proses interaksi dengan lingksungannya” (Wijaya,  1998: 233). Selain itu, perbuatan belajar adalah suatu aspek dari suatu bagian organism yang menganggap atau memandang perbuatan bekajar sebagai suatu aspek dari tingah laku seluruh organism” (Kurnia, 2007: 6)[9]
Perubahan perilaku sebagai hasil belajar terjadi secara sadar, bersifat kontinyu, relatif menetap, dan mempunyai tujuan terarah pada suatu kemajuan. Belajar tidak hanya tentang pengetahuan saja, tetapi juga tentang etika, menegndalikan diri, dan lain-lain.  Dengan belajar tersebut, diperoleh kepribadian-kepribadian yang sifatnya umum (akibat dari lingkungan) baik kepribadian baik maupun buruk. Jadi, belajar berfungsi sebagai jalan untuk berpengetahuan tinggi dan berkepribadian yang baik.
Belajar adalah suatu proses dalam diri manusia yang menyebabkan terjadinya perubahan prilaku (Kognitif, afektif, dan psikomotorik) yang relative tetap karena pengaruh pengalaman dan atau usaha manusia itu sendiri.
Geredler dalam Sumantri (1998/1999:32) menyatakan: belajar adalah proses orang memperoleh berbagai kecakapan, ketrampilan, dan sikap. Belajar adalah perubahan dalam perilaku sebagai hasil dan pengalaman. H. Spears dalam Sumantri Muliani (1998/199:33) menyatakan: belajar adalah mengamati, dan mencoba. Belajar itu menghasilkan perubahan dalam arti perubahan prilaku, baik aktual, maupun potensial. Perubahan itu pada dasarnay adalah perolehan kecakapan baru. Perubahan itu terjadi karena pengalaman, baik diusahakan dengan sengaja, maupun yang tidak diusahakan dengan sengaja[10].
Jadi  belajar sebagai proses perubahan yang diharapkan untuk diwujudkan dalam diri peserta didik meliputi perubahan perilaku yang meliputi:
1.    Kemampuan kognitif yaitu kemampuan untuk menghasilkan ketrampilan/kemampuan berpikir
2.    Kemampuan psikomotorik yaitu kemampuan dalam hal kemampuan berkarya
3.    Kemampuan afektif yaitu kemampuan menghasilkan kemampuan bersikap.
Tiga kemampuan di atas inilah yang menjadi sasaran pembelajaran (Belajar yang dilakukan oleh peserta didik, dan mengajar yang dilakukan oleh pendidik


[1]Yonas Muanley, Pengaruh Kompetensi Paedagogik, Motivasi Berprestasi Dosen, Integrasi Pendidikan Karakteristik Unggul berdasarkan didaktik Yesus, Pemanfaatan Free Weblog terhadap Efektivitas Proses Pembelajaran di STT IKSM SA, STT Paulus, STT Arrabona, STT REM, Disertasi : STT Rahmat Emanuel Jakarta, 2012, hlm. 60 -70.
[2]Ibid
[3]Ibid

[4]Ibid
[5]Ibid
[6]Ibid
[7]Ibid
[8] Ibid
[9] Ibid
[10] Ibid

Selasa, 12 Februari 2013

Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar

Standar Kompetensi
 
Mahasiswa smtr. II STT IKSM Santosa Asih Jakarta menguasai berbagai teori secara komprehensif, menyadari pentingnya, dan menerapkannya dalam kehidupan dan pelayanannya sebagai guru PAK yang bertanggung jawab.

Kompetensi Dasar

1. Mampu menuraikan hakikat belajar
2. Mampu mengidentifikasi ciri-ciri belajar
3. Mampu merumuskan prinsip-prinsip belajar
4. Mampu menjelaskan unsur-unsur dinamis dalam belajar
5. Mampu mengidentifikasi gaya belajar
6. Mampu mencermati faktor-faktor yang mempengaruhi belajar
7. Mampu mengidentifikasi teori-teori belajar
8. Mampu mendeteksi masalah-masalah dan kesulitan dalam belajar dan menemukan penyelesaiannya
9. Mampu mengaplikasikan teori-teori belajar dalam proses PAK