Suatu kali saya membutuhkan karet gelang, satu saja. Shampoo yang akan saya bawa tutupnya sudah rusak. Harus dibungkus lagi dengan plastik lalu diikat dengan karet gelang. Kalau tidak bisa berabe. Isinya bisa tumpah ruah mengotori seisi tas. Tapi saya tidak menemukan satu pun karet gelang. Di lemari tidak ada. Di gantungan-gantungan baju tidak ada. Di kolong-kolong meja juga tidak ada.
Saya jadi kelabakan. Apa tidak usah bawa shampoo, nanti saja beli di jalan. Tapi mana sempat, waktunya sudah mepet. Sudah ditunggu yang jemput lagi. Akhirnya saya coba dengan tali kasur, tidak bisa.
Dipuntal-puntal pakai kantong plastik, juga tidak bisa. Waduh, karet gelang yang biasanya saya buang-buang, sekarang malah bikin saya bingung. Benda kecil yang sekilas tidak ada artinya, tiba-tiba menjadi begitu penting.
Saya jadi teringat pada seorang teman waktu di Yogyakarta dulu. Dia tidak menonjol, apalagi berpengaruh. Sungguh, Sangat biasa-bisa saja. Dia hanya bisa mendengarkan saat orang-orang lain ....
... baca selengkapnya di Cerita Motivasi dan Inspirasi Nomor 1
Bahan Ajar Online Teori-teori Bealajar dan Penerapannya dalam PAK ini disiapkan Oleh Dr. Yonas Muanley, M.Th. untuk Mahasiswa STT IKSM SA semester II Th. Ajaran 2013 (Januari - Mei 2013)
Selasa, 24 Desember 2013
Selasa, 19 Februari 2013
Hakikat Belajar
Sejak kapan belajar itu ada?
Belajar itu usianya sudah milyaran tahun. Artinya belajar itu merupakan
kegiatan yang berlangsung sejak adanya manusia peretama sampai berakhirnya
manusia terakhir di bumi ini. Siapakah manusia-manusia terakhir di bumi? Mereka
adalah orang-orang yang hidup pada saat dunia ini kiamat.
Apa itu belajar?
Banyak definisi tentang
belajar. Ada yang memulai dari sudut pandang kognitif, ada pula dari afektif
dan psikomotorik.
Perhatikan definisi
berikut ini:
Beberapa definisi/pengertian
belajar:
Yonas Muanley (Disertasi,
2012:60-70) menjelaskan beberapa pengertian tentang belajar. Beberapa
diantaranya yaitu definisi beberapa ahli pendidikan berikut ini:
Ad. Rooijakkers[1], belajar adalah proses perubahan dari
tidak tahu menjadi mengerti. Proses ini terjadi melalui tahap-tahap yang
disebut Rooijakers yaitu: motivasi, perhatian, menerima dan mengingat,
reproduksi, generalisasi, melaksanakan latihan dan umpan balik. Bila proses ini
dilalui peserta didik maka peserta didik akan mengerti. Bila peserta didik
telah mengerti maka dapatlah dikatakan belajar. Frasa mengerti disini tidak
sekedar tahu tetapi lebih dari itu. Rooijakers menghubungkannya sampai pada
latihan dan umpan balik, ini berarti mengerti yang dimaksud Rooijaker lebih
dari sekedar tahu.
Yonas
Muanley (Disertasi, 2012:60 – 70) menyatakan: Pengertian belajar dalam definisi
Rooijakkers lebih difokuskan pada aspek kognitif atau pengetahuan. Disini nara
didik dikatakan belajar apabila telah mencapai tujuan belajar yaitu mengerti
bahan pelajaran yang diajarkan oleh pengajar. Jadi, menurut Rooijakkers belajar
adalah perubahan kognitif.
Dalam disertasi Yonas Muanley (Disertasi, 2012:60-70)
mengutip definisi W.S.Winkel, belajar
adalah proses perubahan dari belum mampu ke arah sudah mampu. Yonas Muanley
menyatakan bahwa kemampuan yang dimaksud dalam definisi Winkel yaitu kemampuan
yang meliputi kognitif, kemampuan kognitif itu meliputi pengetahuan dan
pemahaman. Sedangkan kemampuan sensorik-psikomotorik meliputi ketrampilan
melaksanakan rangkaian gerak-gerik dalam urutan tertentu; kemampuan
dinamik-afektif yang meliputi sikap dan nilai yang teresapi dalam perilaku dan
tindakan. Jadi menurut Yonas Muanley, pengertian belajar dalam definisi Winkel
memfokuskan pada perubahan ranah kognitif, afektif dan psikomotorik”. Perubahan
dalam tiga ranah: kognitif, afektif dan psikomotorik oleh Winkel disebut hasil
belajar. Jadi nara didik mengalami belajar apabila nara didik mempunyai
perubahan dalam kognitif, afektif dan psikomotorik. Dalam konteks definisi
Winkel, mengajar bukan hanya menyampaikan sejumlah pengetahuan kepada nara
didik yang hanya menyangkut pengetahuan kognitif tetapi juga menyangkut afektif
dan psikomotorik dari pengajar yang pada akhirnya mempengaruhi perubahan nara
didik dalam kognitif, afektif dan psikomotorik. Dalam definisi ini, mengajar
adalah usaha menolong warga pembelajar mengalami perubahan dalam kemampuan
kognitif, afektif dan psikomotorik.[2]
E,P.Hutabarat[3], belajar adalah kegiatan yang
dilakukan untuk menguasai pengetahuan, kemampuan, kebiasaan, ketrampilan dan
sikap melalui hubungan timbal balik antara insan pembelajar dan lingkungan
pembelajaran. Menurut definisi ini, arti belajar adalah proses perubahan yang
mencakup pengetahuan, kemampuan, kebiasaan dan ketrampilan serta sikap. Dalam
definisi ini, mengajar diartikan sebagai usaha menolong nara didik mengalami
perubahan kognitif, afektif dan psikomotorik.[4]
Astim
Riyanto[5], belajar adalah merubah tingkah laku.
Dalam definisi ini, belajar dipahami sebagai kegiatan bertujuan dari insan
pembelajar. Tujuan yang dimaksudkan adalah perubahan tingkah laku. Perubahan
tingkah laku yang dimaksud oleh Riyanto termasuk perubahan tertentu yang
terjadi dalam diri nara didik. Jadi menurut Riyanto[6],
pengertian belajar adalah perubahan yang meliputi aspek intelektual dan aspek
seluruh kepribadian nara didik.
Arnie
Fajar[7], belaja adalah suatu usaha perubahan
dalam diri nara didik yang diwujudnyatakan dalam bentuk peningkatan kualitas
dan kuantitas perilaku seperti peningkatan pengetahuan, kecakapan, daya piker,
sikap, kebiasaan, dan lain-lain. Dalam definisi ini, belajar adalah proses
perubahan kognitif, afektif dan psikomotorik. Menurut definisi ini, mengajar
dapat diartikan sebagai usaha menolong insane pembelajar mengalami perubahan
dalam diri mereka yang menyangkut perubahan dalam aspek kuantitas dan kualitas
perilaku.
Benyamin
S. Bloom, seperti
dikutip Astim Riyanto[8],
belajar adalah proses perubahan yang meliputi ranah domein pengetahuan
(kognitif), ranah domein sikap (afektif), ranah domein ketrampilan
(psikomotorik). Menurut definisi ini, mengajar adalah usaha menolong nara didik
mengalami perubahan kognitif, afektif dan psikomotorik.
Pada
hakikatnya, “belajar
merupakan salah satu proses usaha yang dilakukan individu untuk memperoleh
perubahan perilaku yang relatif dalam aspek kognitif, afektif, maupun
psikomotorik yang diperoleh melalui proses interaksi dengan lingksungannya” (Wijaya, 1998: 233).
Selain itu, “perbuatan
belajar adalah suatu aspek dari suatu bagian organism yang menganggap atau
memandang perbuatan bekajar sebagai suatu aspek dari tingah laku seluruh
organism” (Kurnia, 2007: 6)[9]
Perubahan
perilaku sebagai hasil belajar terjadi secara
sadar, bersifat kontinyu, relatif menetap, dan mempunyai tujuan terarah pada suatu kemajuan. Belajar tidak
hanya tentang pengetahuan saja, tetapi juga tentang etika, menegndalikan diri,
dan lain-lain. Dengan belajar tersebut,
diperoleh kepribadian-kepribadian yang sifatnya umum (akibat dari lingkungan)
baik kepribadian baik maupun buruk.
Jadi, belajar berfungsi sebagai jalan
untuk berpengetahuan tinggi dan berkepribadian yang baik.
Belajar
adalah suatu proses dalam diri manusia yang menyebabkan terjadinya perubahan
prilaku (Kognitif, afektif, dan psikomotorik) yang relative tetap karena
pengaruh pengalaman dan atau usaha manusia itu sendiri.
Geredler
dalam Sumantri (1998/1999:32) menyatakan: belajar adalah proses orang
memperoleh berbagai kecakapan, ketrampilan, dan sikap. Belajar adalah perubahan
dalam perilaku sebagai hasil dan pengalaman. H. Spears dalam Sumantri Muliani
(1998/199:33) menyatakan: belajar adalah mengamati, dan mencoba. Belajar itu
menghasilkan perubahan dalam arti perubahan prilaku, baik aktual, maupun
potensial. Perubahan itu pada dasarnay adalah perolehan kecakapan baru.
Perubahan itu terjadi karena pengalaman, baik diusahakan dengan sengaja, maupun
yang tidak diusahakan dengan sengaja[10].
Jadi belajar sebagai proses perubahan yang
diharapkan untuk diwujudkan dalam diri peserta didik meliputi perubahan
perilaku yang meliputi:
1. Kemampuan
kognitif yaitu kemampuan untuk menghasilkan ketrampilan/kemampuan berpikir
2. Kemampuan
psikomotorik yaitu kemampuan dalam hal kemampuan berkarya
3. Kemampuan
afektif yaitu kemampuan menghasilkan kemampuan bersikap.
Tiga kemampuan di
atas inilah yang menjadi sasaran pembelajaran (Belajar yang dilakukan oleh
peserta didik, dan mengajar yang dilakukan oleh pendidik
[1]Yonas Muanley, Pengaruh Kompetensi Paedagogik, Motivasi Berprestasi Dosen, Integrasi
Pendidikan Karakteristik Unggul berdasarkan didaktik Yesus, Pemanfaatan Free
Weblog terhadap Efektivitas Proses Pembelajaran di STT IKSM SA, STT Paulus, STT
Arrabona, STT REM, Disertasi : STT Rahmat Emanuel Jakarta, 2012, hlm. 60
-70.
[2]Ibid
[3]Ibid
[4]Ibid
[5]Ibid
[6]Ibid
[7]Ibid
[8] Ibid
[9] Ibid
[10] Ibid
Selasa, 12 Februari 2013
Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar
Standar Kompetensi
Mahasiswa smtr. II STT IKSM Santosa Asih Jakarta menguasai berbagai teori secara komprehensif, menyadari pentingnya, dan menerapkannya dalam kehidupan dan pelayanannya sebagai guru PAK yang bertanggung jawab.
Kompetensi Dasar
1. Mampu menuraikan hakikat belajar
2. Mampu mengidentifikasi ciri-ciri belajar
3. Mampu merumuskan prinsip-prinsip belajar
4. Mampu menjelaskan unsur-unsur dinamis dalam belajar
5. Mampu mengidentifikasi gaya belajar
6. Mampu mencermati faktor-faktor yang mempengaruhi belajar
7. Mampu mengidentifikasi teori-teori belajar
8. Mampu mendeteksi masalah-masalah dan kesulitan dalam belajar dan menemukan penyelesaiannya
9. Mampu mengaplikasikan teori-teori belajar dalam proses PAK
Langganan:
Postingan (Atom)